Pak @Prabowo, Dengarkan Tangisan Anak Negerimu dari #Samosir
Sore yang kelabu, di bawah langit Samosir yang berawan dan membawa sisa hujan, seorang bocah bernama Butet Sitorus duduk terpekur. Di dekapannya, sebuah buku Iqra' yang halamannya mulai lapuk menjadi saksi bisu perjuangan dan harapan. Pandangannya kosong, tertuju pada bangunan madrasah yang kini terbungkus rapat oleh rantai besi yang dingin. Bahkan, plang nama Madrasah Ibtidaiyah yang seharusnya menjadi penanda semangat belajar, kini tergeletak tak berdaya di tanah, seolah ikut merasakan kepedihan.
Butet tidak seorang diri dalam kesedihan itu. Di sekelilingnya, berdiri tegak rekan-rekannya, sesama murid madrasah yang masih belia. Anak-anak kecil yang baru saja menapaki jalan untuk mengenal Sang Pencipta melalui lantunan ayat-ayat suci Alquran, turut meneteskan air mata dalam diam di depan sekolahnya, yang terletak di Jalan Tanah Lapang Pangururan, Samosir. Suasana pilu menyelimuti tempat yang seharusnya menjadi sumber ilmu dan keberkahan.
Tangan-tangan mungil yang biasanya terangkat dengan khusyuk untuk memanjatkan doa, kini hanya menggenggam kehampaan. Di pipi-pipi lugu mereka, air mata berderai tanpa suara, mengalir sebagai ungkapan kekecewaan dan kehilangan. Bukan luka fisik yang dirasakan, melainkan luka batin yang mendalam, akibat harapan untuk belajar mengaji dan mendalami ajaran agama telah direnggut secara perlahan namun menyakitkan.
Peristiwa yang menyayat hati itu terjadi pada hari Kamis, tanggal 10 April 2025. Namun, jauh sebelum hari itu, para siswa Madrasah Ibnu Sina Samosir telah merasakan ketidakpastian dan kesulitan dalam menuntut ilmu. Sejak awal bulan suci Ramadhan hingga tanggal 10 April, sebanyak 26 siswa Raudhatul Athfal (setingkat TK), 55 siswa Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), beserta 3 guru RA dan 12 guru MI, terpaksa dipindahkan proses belajarnya ke Kantor Urusan Agama (KUA) Pangururan, sebuah solusi sementara yang tentu jauh dari ideal.
Madrasah Ibnu Sina Samosir, sebuah tempat yang seharusnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak di Kabupaten Samosir untuk mengenal huruf hijaiyah dan menanamkan akhlak mulia, kini berada di ambang kehilangan tempat.
Sejak pertengahan Januari 2025, pemilik rumah sewa tempat madrasah beroperasi secara sepihak menyampaikan niat untuk mengakhiri kontrak sewa. Ironisnya, dalam perjanjian resmi yang telah disepakati, hak sewa masih berlaku hingga Februari 2026.
Ketika pihak yayasan Madrasah Ibnu Sina Samosir menolak keputusan sepihak yang jelas melanggar perjanjian tersebut, perlakuan semena-mena pun mulai menghampiri. Ancaman, tekanan psikologis, hingga berbagai bentuk ketidakadilan menjadi bagian dari keseharian mereka yang hanya memiliki satu tujuan mulia: menyediakan tempat belajar agama yang layak bagi anak-anak muslim yang merupakan minoritas di Pulau Samosir yang indah namun penuh tantangan ini.
Upaya untuk membangun gedung madrasah sendiri pun bukanlah tanpa perjuangan dan pengorbanan. Sejak tanggal 5 Oktober 2021, Yayasan Ibnu Sina Samosir telah mengajukan permohonan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Bupati Samosir. Juga telah mengurus surat keterangan domisili dari Kepala Desa Sait Nihuta sebagai salah satu persyaratan administrasi.
Namun, harapan untuk memiliki bangunan madrasah sendiri pupus seketika pada tanggal 13 Oktober 2021. Surat permohonan IMB justru ditolak tanpa alasan yang jelas dan memuaskan.
Bagaikan tembok tinggi yang mustahil untuk dipanjat, birokrasi seolah menutup semua jalan bagi yang hanya ingin mendirikan sebuah tempat suci untuk pendidikan anak-anak bangsa, khususnya generasi muda muslim di Samosir.
Pemerintah Daerah Samosir kemudian berinisiatif menggelar rapat yang melibatkan berbagai pihak terkait, mulai dari perwakilan Kementerian Agama, tokoh-tokoh masyarakat setempat, hingga perangkat desa. Dalam rapat tersebut, keputusan akhir mengenai nasib madrasah diserahkan kepada mekanisme adat dan kearifan lokal yang diyakini mampu menyelesaikan persoalan secara bijaksana.
Namun, syarat yang kemudian diajukan terasa begitu berat dan mengiris hati. Pihak yayasan Madrasah Ibnu Sina Samosir diminta untuk menjumpai satu per satu perwakilan masyarakat dan kepala desa ke rumah masing-masing.
Sebuah langkah yang telah ditempuh dengan penuh kesabaran dan harapan, namun yang didapatkan hanyalah lempar tanggung jawab dan sikap saling menghindar, seolah tak ada yang bersedia mengambil keputusan atau memberikan solusi yang konkret bagi nasib pendidikan anak-anak Samosir.
Kini, harapan anak-anak Samosir yang ingin belajar mengaji dan mendalami ajaran agama Islam berada di ujung tanduk. Uluran tangan dari berbagai pihak dibutuhkan untuk menyelamatkan madrasah tersebut. Oleh karena itu, permohonan ditujukan kepada Pemerintah Daerah Samosir untuk segera mengambil tindakan nyata dan mencari solusi terbaik bagi Madrasah Ibnu Sina Samosir.
Permohonan juga ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara untuk memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan ini dan membantu mencarikan jalan keluar yang adil dan berkelanjutan. Diyakini bahwa pendidikan adalah hak setiap anak bangsa, tanpa terkecuali.
Tak lupa, permohonan juga diketuk kepada Bapak Prabowo Subianto, sebagai pemimpin yang peduli terhadap pendidikan anak-anak Indonesia, untuk turut serta dalam membantu menyelamatkan Madrasah Ibnu Sina Samosir. Diharapkan, madrasah ini dapat dibantu melalui program sekolah rakyat atau alternatif program pendidikan lainnya yang relevan.
Diyakini bahwa dengan kerjasama dan dukungan dari semua pihak, Madrasah Ibnu Sina Samosir dapat kembali berdiri tegak dan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak Samosir untuk belajar dan mengembangkan diri.
Diharapkan, tangisan anak-anak Samosir ini akan segera berganti dengan senyum ceria dan semangat belajar yang membara.
Pemerintah daerah setempat diharapkan segera bertindak mencari solusi atas permasalahan ini. Bantuan dan dukungan sangat dibutuhkan agar kegiatan belajar mengajar di madrasah dapat kembali berjalan normal. Nasib puluhan siswa dan belasan guru kini berada di tangan para pemangku kebijakan.
Gubernur Sumatera Utara memiliki peran penting dalam menyelesaikan persoalan ini. Intervensi dari tingkat provinsi diharapkan dapat mempercepat proses pencarian solusi dan memberikan kepastian bagi masa depan pendidikan anak-anak di Samosir. Dukungan kebijakan dan anggaran mungkin menjadi salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh.
Program sekolah rakyat atau alternatif program pendidikan lainnya yang diinisiasi oleh pemerintah pusat juga dapat menjadi harapan bagi keberlangsungan Madrasah Ibnu Sina Samosir. Sinergi antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini.
Kepedulian dan perhatian dari tokoh-tokoh nasional seperti Bapak Prabowo Subianto diharapkan dapat memberikan dampak positif dan mempercepat solusi bagi permasalahan madrasah di Samosir.
Dukungan moril dan mungkin juga sumber daya dapat menjadi angin segar bagi kelangsungan pendidikan agama bagi anak-anak di pulau tersebut.
Masa depan pendidikan agama bagi puluhan anak di Samosir kini bergantung pada respons cepat dan tepat dari pemerintah daerah, provinsi, dan pusat. Keputusan yang bijak dan berpihak pada kepentingan anak bangsa sangat dinantikan.
Semangat belajar anak-anak Samosir tidak boleh padam hanya karena persoalan birokrasi dan kepentingan sesaat. Uluran tangan dan solusi nyata dari para pemimpin sangat diharapkan untuk mewujudkan kembali mimpi mereka akan pendidikan yang layak.
Post a Comment