Mengapa Pengembangan Drone Indonesia Sering Terhenti di Prototipe? Solusi, Teknologi, dan Inovasi untuk Masa Depan
Indonesia memiliki potensi besar dalam industri drone, baik untuk keperluan militer maupun sipil. Namun, selama ini banyak proyek pengembangan drone hanya berhenti di tahap prototipe dan tidak berlanjut ke produksi massal. Berbagai faktor menjadi penyebabnya, mulai dari kendala teknis hingga regulasi dan keterbatasan infrastruktur pendukung. Salah satu tantangan utama adalah sistem kendali dan komunikasi yang belum matang, sehingga drone sulit beroperasi secara luas, terutama di wilayah terpencil dan maritim.
Sebagian besar drone canggih yang digunakan negara lain mengandalkan sistem komunikasi berbasis satelit atau jaringan terestrial untuk kendali jarak jauh. Di Indonesia, infrastruktur komunikasi berbasis satelit masih terbatas, sementara jaringan BTS (Base Transceiver Station) yang digunakan dalam telekomunikasi seluler juga belum dioptimalkan untuk mendukung pengoperasian drone. Hal ini menyebabkan banyak drone hanya bisa beroperasi dalam jarak terbatas atau harus bergantung pada teknologi luar negeri.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan jaringan BTS yang tersebar di seluruh Indonesia untuk memperluas jangkauan drone. BTS yang digunakan dalam komunikasi seluler dapat diintegrasikan dengan sistem kendali drone, memungkinkan transmisi data dan kontrol real-time melalui jaringan 4G atau 5G. Negara seperti Jepang dan Korea Selatan telah mulai menguji coba penggunaan jaringan seluler untuk mendukung operasional drone dalam berbagai aplikasi, termasuk pengiriman barang dan pengawasan wilayah perkotaan.
Teknologi ini bekerja dengan cara menghubungkan drone ke jaringan BTS yang ada, sehingga drone dapat dikendalikan melalui internet seperti halnya perangkat IoT (Internet of Things). Dengan jaringan 5G, latensi komunikasi dapat diminimalkan, memungkinkan kendali drone yang lebih responsif dan real-time. Selain itu, jaringan BTS juga dapat digunakan untuk mengirimkan data pengintaian dari drone ke pusat komando dengan kecepatan tinggi, sehingga informasi dapat diproses lebih cepat.
Namun, tantangan utama dalam pemanfaatan jaringan BTS adalah keberadaan wilayah blank spot, terutama di daerah terpencil dan perairan Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia dapat menerapkan beberapa strategi. Salah satunya adalah dengan membangun lebih banyak BTS berbasis satelit (VSAT) di wilayah-wilayah terpencil. Ini memungkinkan drone tetap dapat terhubung ke jaringan meskipun berada di daerah yang tidak memiliki infrastruktur komunikasi darat.
Selain itu, penggunaan drone relay juga bisa menjadi solusi. Drone relay adalah drone yang berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara drone utama dan pusat kendali. Teknologi ini telah digunakan oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Israel dalam operasi militer untuk memperluas jangkauan drone tanpa harus bergantung pada infrastruktur komunikasi darat.
Indonesia juga perlu mempercepat pengembangan konstelasi satelit mini atau cubesat yang dapat digunakan untuk komunikasi drone. LAPAN (BRIN) sudah memiliki pengalaman dalam meluncurkan satelit kecil, namun jumlahnya masih terbatas. Dengan memperbanyak peluncuran satelit mini menggunakan roket dalam negeri atau bekerja sama dengan mitra luar negeri, Indonesia bisa memiliki jaringan komunikasi yang lebih luas dan mandiri untuk mendukung operasional drone.
Selain aspek komunikasi, perangkat lunak (software) yang digunakan dalam sistem kendali drone juga harus diperkuat. Saat ini, banyak drone Indonesia masih menggunakan software buatan luar negeri, yang sering kali tidak sepenuhnya kompatibel dengan kebutuhan operasional di Indonesia. Pengembangan software berbasis AI dalam negeri sangat penting untuk meningkatkan kemampuan navigasi dan pengambilan keputusan secara otonom.
Negara-negara seperti Turki dan China telah berhasil mengembangkan software AI untuk drone yang memungkinkan mereka beroperasi lebih cerdas dan mandiri. AI dapat digunakan untuk penghindaran rintangan, pemrosesan citra, dan pengambilan keputusan dalam situasi darurat. Indonesia harus mulai mengembangkan ekosistem perangkat lunak ini dengan melibatkan akademisi dan industri teknologi dalam negeri.
Dari sisi regulasi, pemerintah juga perlu memberikan lebih banyak insentif bagi industri lokal agar mereka dapat berinvestasi dalam pengembangan drone. Salah satu alasan mengapa banyak proyek drone di Indonesia berhenti di tahap prototipe adalah kurangnya dukungan finansial dan kebijakan yang berpihak pada industri lokal.
Negara seperti Iran dan Turki telah menunjukkan bahwa dengan dukungan penuh dari pemerintah, industri drone mereka bisa berkembang pesat. Mereka memberikan kontrak jangka panjang kepada perusahaan lokal yang berhasil mengembangkan drone sesuai dengan kebutuhan militer, sehingga ada kepastian pasar bagi industri tersebut.
Indonesia juga harus mulai lebih aktif melakukan uji coba drone dalam skenario nyata. Banyak negara yang sukses mengembangkan drone mereka dengan melakukan uji coba secara bertahap di berbagai lingkungan operasional sebelum masuk ke produksi massal. Ini memungkinkan pengembang untuk mengidentifikasi kelemahan dan melakukan perbaikan sebelum drone benar-benar digunakan secara luas.
Salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan drone untuk pengawasan wilayah perbatasan dan operasi SAR (Search and Rescue). Dengan melakukan uji coba di lingkungan yang menantang seperti perairan Natuna atau hutan Kalimantan, Indonesia bisa mengembangkan drone yang lebih andal dan sesuai dengan kondisi geografisnya.
Selain itu, pengembangan roket dalam negeri juga harus dipercepat agar Indonesia memiliki kemampuan untuk meluncurkan satelit sendiri. Saat ini, LAPAN telah memiliki pengalaman dalam meluncurkan roket kecil, tetapi perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat mendukung peluncuran satelit komunikasi yang dibutuhkan untuk mendukung operasional drone.
Pada akhirnya, agar industri drone Indonesia bisa berkembang lebih jauh, diperlukan strategi yang menyeluruh. Ini mencakup optimalisasi jaringan BTS, pengembangan konstelasi satelit mini, peningkatan perangkat lunak berbasis AI, serta kebijakan yang mendukung industri lokal. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada teknologi asing dan mulai membangun ekosistem drone yang mandiri serta kompetitif di tingkat global.
Jika langkah-langkah ini dilakukan dengan konsisten, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pemimpin dalam industri drone di kawasan Asia Tenggara, bahkan di tingkat dunia. Keberhasilan dalam mengembangkan drone tidak hanya akan memperkuat pertahanan negara, tetapi juga membuka peluang besar bagi industri sipil dalam berbagai bidang, seperti logistik, pertanian, dan pemantauan lingkungan.
Dibuat oleh AI
Post a Comment