Kejatuhan Assad Ubah Peta Geopolitik Afrika
Runtuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah ternyata memicu efek domino geopolitik yang meluas hingga Afrika Utara dan kawasan Sahel. Sejak kekalahan Assad, Rusia dengan cepat merestrukturisasi jaringan militernya di luar negeri, mengalihkan logistik dan armadanya dari Suriah ke Libya yang kini menjadi poros baru bagi kepentingan Moskow di kawasan itu.
Sejumlah pesawat kargo militer Rusia dilaporkan mendarat di Al-Khadim Airbase dekat Benghazi, Libya. Basis ini kini menjadi titik penting bagi pengiriman senjata dan logistik menuju negara-negara Sahel, termasuk Mali, Niger, dan Chad. Al-Khadim bahkan disebut-sebut sebagai gudang persenjataan terbesar Rusia di Afrika.
Selain menguatkan posisinya di Libya, Rusia juga intens mendekati pemerintahan Tripoli yang diakui internasional. Pembukaan kedutaan dan kunjungan militer intens dilakukan, sementara militer Rusia aktif menjalin komunikasi dengan atase-atase pertahanan di Aljazair dan Tunisia. Keduanya dianggap sebagai negara kunci yang mengamati dengan cermat perkembangan regional.
Di sisi lain, Iran pun tak tinggal diam. Teheran memanfaatkan kekosongan pengaruh Barat di kawasan Sahel pasca konflik Suriah untuk memperluas jejaring politik, ekonomi, dan militernya. Iran membangun hubungan bilateral dengan negara-negara seperti Mali, Niger, dan Mauritania, menggarap proyek infrastruktur dan bantuan keamanan.
Kawasan Sahel yang menghadapi lonjakan populasi, kemiskinan ekstrem, perubahan iklim, dan pemberontakan bersenjata, separatisme menjadi lahan subur bagi pengaruh asing. Negara-negara di kawasan itu membutuhkan mitra luar yang mampu menyuplai persenjataan dan dana pembangunan. Iran dan Rusia memanfaatkan peluang ini, termasuk dengan semakin meningkatnya sentiman anti Barat khususnya Perancis.
Tujuan strategis Iran di Sahel tak hanya sebatas ekonomi. Teheran ingin membangun ‘Bulan Sabit’ pengaruh kedua di Afrika setelah kawasan Syam. Target ini untuk menyaingi dominasi Barat serta mempengaruhi proses normalisasi Israel dengan negara-negara Arab di benua Afrika.
Rute diplomasi Iran di Sahel tergolong unik. Sejumlah kunjungan pejabat tinggi Iran ke ibu kota-ibu kota Sahel kerap diiringi dengan kesepakatan bantuan ekonomi, pelatihan militer, serta proyek pendidikan keagamaan. Iran juga mulai membangun jaringan pendidikan dan bisnis di kawasan itu.
Keberadaan komunitas Syiah di Guinea, Nigeria Utara, dan Senegal menjadi pintu masuk utama ekspansi ekonomi di kawasan.
Sementara itu, kejatuhan Assad justru mempercepat ketegangan geopolitik di kawasan. Banyak analis menyebut Iran tidak sepenuhnya kecewa dengan tumbangnya Assad, sebab kekacauan Suriah pasca-perang bisa menjadi celah bagi manuver lebih luas di kawasan lain, terutama Afrika dan Yaman.
Negara-negara Barat menyadari pengaruh Rusia dan Iran yang semakin meningkat di kawasan.
Dalam perkembangan terkini, Rusia juga memperkuat kehadiran militer di Sahel lewat program Africa Corps, pasukan kontraktor yang disebut-sebut sebagai kelanjutan dari kelompok Wagner. Keduanya, Iran dan Rusia, seolah berbagi zona pengaruh di Afrika dalam bayang-bayang kekalahan Assad.
Aljazair menjadi negara strategis berikutnya yang dirayu Rusia. Negara ini memiliki perbatasan panjang dengan Libya dan pengaruh kuat di kawasan Maghrib. Beberapa laporan menyebut Moskow intens mengirim atase militer ke Aljazair untuk membahas rencana keamanan perbatasan dan kerjasama energi. Sebagian besar persenjataan negara ini berasal dari Rusia.
Tunisia pun tak lepas dari radar pengaruh Rusia dan Iran. Negara ini menjadi medan perebutan diplomasi antara blok Barat dan Timur. Ketidakstabilan politik dalam negeri Tunisia membuat negara itu rentan dijadikan jalur ekspansi ekonomi ke Sahel.
Perkembangan ini memperlihatkan bagaimana kekalahan Assad di Suriah tak hanya mempengaruhi Timur Tengah, tetapi turut menggoyang keseimbangan kekuatan di Afrika. Sahel kini menjadi kawasan strategis baru yang diperebutkan Iran, Rusia, dan sekutu Barat.
Moskow dan Teheran memanfaatkan celah lemahnya perhatian Barat pasca krisis Ukraina dan genosidan Gaza oleh Israel untuk mengonsolidasikan kekuatan di kawasan ini. Konflik lokal dan lemahnya pemerintahan di negara-negara Sahel mempercepat laju ekspansi kedua kekuatan ini.
Langkah-langkah Rusia dan Iran membangun jalur ekonomi dan ideologi di Sahel dapat menjadi kompetitor bagi dominasi lama Barat di kawasan, sebagai eks penjajah atau kekuatan kolonialisme. Karena itulah, kejatuhan Assad menjadi momen awal dari babak baru perebutan pengaruh di Benua Hitam.
Post a Comment